Peristiwa Ashhabul Ukhdud adalah sebuah tragedi berdarah, pembantaian yang dilakukan oleh seorang raja kejam kepada jiwa-jiwa kaum muslimin, ini merupakan kebiadaban dan tindakan tak berpreikemanusiaan; namun akidah tetaplah harus dipertahankan, karena dengannyalah kebahagiaan yang abadi akan diperoleh. Allah mengisahkan kejadian tragis ini dalam Alquran dengan firman-Nya:
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Buruju: 4-7)
Para ahlul ilmi sedikit berselisih dalam menafsirkan siapakah Ashhabul Ukhdud. Sebagian di antara mereka (ahlul ilmi) mengatakan bahwa mereka (Ashhabul Ukhdud) adalah suatu kaum yang termasuk orang-orang ahli kitab dari sisa-sisa orang Majusi.
Ibnu Abbas dalam suatu riwayat mengatakan: “Mereka adalah sekelompok manusia dari bani Isra’il. Mereka menggali parit yang luas di suatu tempat kemudian menyalakan api, orang-orang berdiri dihadapkan kepada parit, baik laki-laki maupun wanita, kemudian mereka dilemparkan ke dalamnya. Mereka menganggap bahwa dia adalah Daniel dan para sahabatnya.”
Dan dalam riwayat: “Hal itu adalah sebuah lubang parit di negeri Najran, di mana mereka menyiksa manusia di dalamnya.”
Sedangkan dalam riwayat Adl-Dlohak, beliau mengatakan: “Para ahli tafsir menyangka bahhwa Ashhabul Ukhdud adalah orang-orang dari bani Israil, di mana mereka meringkus manusia baik laki-laki maupun wanita, lalu dibuatkanlah parit dan dinyalakan api dalam parit tersebut, lalu dihadapkanlah seluruh kaum mu’minin ke arah parit tersebut, seraya dikatakan: ‘Kalian (memilih) kufur atau dilemparkan ke dalam api?” (Tafsir Ath-Thabari, 30/162)
Kisah tragis ini pun kerap disampaikan oleh para pengajar kepada para muridnya. Bahkan pada kisah anak-anak pun sering disajikan. Kisah tersebut ialah sebagai berikut:
Dahulu ada seorang raja, dari orang-orang sebelum kalian. Dia memiliki seorang tukang sihir. Tatkala tukang sihir itu sudah tua, berkatalah ia kepada rajanya: “Sesungguhnya aku telah tua. Utuslah kepadaku seorang anak yang akan aku ajari sihir.” Maka sang raja pun mengutus seorang anak untuk diajari sihir. Setiap kali anak tersebut datang menemui tukang sihir, di tengah perjalanan ia selalu melewati seorang tabib, ia pun duduk mendengarkan pembicaraan rahib tersebut, sehingga ia kagum kepadanya. Maka setiap kali ia datang ke tukang sihir, ia selalu duduk dan mendengarkan petuah rahib itu, kemudian baru ia datang ke tukang sihir sehingga tukang sihir itu memukulnya (karena ia datang terlambat, red.). ia mengadukan hal itu kepada rahib tadi, sang rahib pun berpesan: “Kalau engkau takut kepada tuakng sihir, katakanlah bahwa keluargamu telah menghalangimu (sehingga engkau terlambat), dan bila engkau takut kepada keluargamu, katakan juga bahwa tukang sihir itu telah mencegahmu. Maka tatkala berlangsung demikain, tiba-tiba ada seekor binatang buas mengonggok di tengah jalan sehingga menghalangi lalu-lalangnya manusia. Menghadapi peristiwa ini maka ia pun bergumam: “Pada hari ini akan aku buktikan apakah tukang sihir itu lebih utama dari pada rahib, ataukah sebaliknya.”
Ia pun mengambil sebuah batu kemudian mengatakan: “Ya Allah, apabila perkara rahib lebih engkau sukai daripada tukang sihir, maka bunuhlah binatang buas itu.” Kemudian ia lemparkan batu tersebut, sehingga matilah binatang buas tadi dan manusia pun bisa lewat kembali. Sesudah itu datang lah ia kepada rahib dan mengabarkan kejadian yang baru saja ia alami, kemudian sang rahib mengatakan:
“Wahai anakku, hari ini engkau lebih baik daripada aku, dan engkau telah sampai pada perkara yang aku sangka. (ketahuilah) sesungguhnya engkau akan diuji, dan bila engkau diuji, janganlah engkau tunjukkan tentang diriku.”
Dan kini ia dapat menyembuhkan penyakit buta, penyakit kusta, serta dapat mengobati manusia dari berbagai macam penyakit.
Hal ini terdengar oleh seorang teman duduk raja, sedangkan dia adalah seorang yang buta, kemudian ia membawa harta yang banyak seraya mengatakan: “Aku akan berikan harta ini kepadamu bila engkau bersedia menyembuhkan penyakitku.” Maka sang anak menjawab, “Sesungguhnya aku tidaklah bisa menyembuhkan siapapu, yang bisa menyembuhkan hanyalah Allah. Kalau engkau beriman kepada Allah maka aku akan berdoa kepada-Nya untuk kesembuhanmu.” Maka ia pun beriman kepada Allah dan Allah pun menyembuhkan penyakitnya. Kemudian datanglah dia menemui sang raja dan duduk sebagaimana biasanya, sang raja pun heran seraya mengatakan: “Siapakah yang telah mengembalikan pandanganmu?” maka ia menjawab: “Rabb-ku.” Sang raja melanjutkan: “Apakah engkau memiliki tuhan selain aku?!!” Jawabnya, “Ya, Dia adalah Rabb-ku dan Rabb-mu juga.” Maka sang raja pun menyiksanya dan terus menyiksanya sampai ia menunjukkan kepada anak tersebut. Didatangkanlah si anak itu, kemudian sang raja berujar: “Wahai anakku, sekarang engkau telah memiliki kepandaian sihir, sehingga bisa menyembuhkan orang yang buta dan juga bisa menyembuhkan penyakit kusta dan lain sebagainya.” Sang anak balik menjawab, “Sesungguhnya aku tidak bisa menyembuhkan siapapun, dan hanya Allah-lah yang bisa menyembuhkan.”
Akhirnya sang raja pun menyiksanya dan terus menyiksanya sampai ia menunjukkan kepada rahib. Maka didatangkanlah si rahib, kemudian dikatakan kepadanya: “Berhentilah dari agamamu!!” Ia pun enggan. Maka sang raja meminta gergaji kemudian diletakkan tepat di tengah kepalanya, dan dibelahlah tubuhnya sampai terbelah menjadi dua bagian. Kemudian didatangkan pula teman duduk sang raja tersebut, dan dikatakan kepadanya: “Berhentilah dari agamamu!!” Demikian pula, ia pun enggan, kemudian ditaruh gergaji itu di atas kepalanya, lantas dibelahlah tubuhnya hingga terbelah.
Selanjutnya didatangkanlah sang anak, dan dikatakan kepadanya: “Berhentilah dari agamamu!!” Ia pun menolak. Kemudian ia dilemparkan kepada sekelompok prajurit raja, dan dikatakan: “Pergilah kalian ke gunung ini dan gunung ini, mendakilah sampai di puncak gunung, apabila ia mau berhenti dari agamanya selamatkan dia, dan kalau tidak, maka lemparkan ia ke dasar jurang.”
Maka mereka pun pergi, kemudian naik, dan tatkala berada di atas gunung sang anak berdoa: “Ya Allah! Jagalah diriku dari tipudaya mereka sekehendak-Mu.” Tiba-tiba bergetarlah gunung tersebut dan semua prajurit raja jatuh berguguran ke bawah jurang, kemudian kembalilah sang anak menemui sang raja. Ia heran dan mengatakan: ‘Apa yang terjadi pada para sahabatmu?” Sang anak menjawab: “Sesungguhnya Alalh telah menjagaku dari makar mereka.” Maka kembali sang raja melemparkannya ke sekelompok prajuritnya yang lain, kalai ini perintah sang raja: “Pergilah kalian dan bawalah anak ini ke sebuah perahu, apabila kalain telah ke tengah laut, maka apabila ia mau berhenti dari agamanya selamatkanlah ia, kalau ia tetap enggan, lemparkanlah ia ke tengah lautan!”
Maka mereka pun pergi, setelah sampai di tengah laut, sang anak pun berdoa: “Ya Allah! Jagalah diriku dari tipudaya mereka sekehendak-Mu.” Maka perahu itu pun terbalik, namun Allah tetap menyelematkannya dan tenggelamlah seluruh prajurit raja. Kembalilah sang anak datang menemui sang raja, ia pun terkejut seraya mengatakan: “Apa yang terjadi pada para sahabatmu?” Sang anak menjawab, “Allah telah menjagaku dari makar mereka.” Kemudian ia berkata kepada sang raja, “Sesungguhnya engkau tidak akan pernah bisa membunuhku, kecuali bila engkau mau menuruti permintaanku.” Sang raja menjawab, “Apakah itu? Sang anak melanjutkan, “Kumpulkanlah seluruh manusia pada satu tempat, kemudian saliblah aku di sebuah pohon kurma, kemudian ambillah satu anak panah dari tempat anak panahku, letakkan anak panah itu di busurnya, kemudian katakanlah “Bismilah Rabbil ghulam (dengan nama Allah Rabb-nya anak ini).’ Kemudian lepaskanlah anak panah tersebut. Dengan begitu engkau bisa membunuhku.”
Maka sang raja pun mengumpulkan manusia pada suatu padang yang luas. Dia menyalib anak tersebut pada sebuah batang kurma, kemudian mengambil sebuah anak panah dari tempat anak panahnya dan diletakkan di sebuah busur, kemudian mengatakan: “Bismillah Rabbin ghulam (Dengan menyebut nama Allah, Rabb anak ini).” Kemudian panah itu dilepaskan, maka anak panah itu melesat tepat mengenai pelipis sang anak, setelah itu Ia meletakkan tangannya di pelipisnya kemudian meninggal.
Maka manusia seluruhnya mengucapkan, “Aamanna bi Rabbil ghulam (Kami beriman kepada Allah Rabb-nya anak tersebut).” Maka dikatakan kepada sang raja: “(Wahai sang raja!) Tahukah engkau, perkara yang selama ini kau khawatirkan telah terjadi. Sungguh manusia seluruhnya telah beriman.” Maka sang raja memerintahkan untuk membuat sebuah parit di dekat pintu-intu jalan dan membuat lubang panjang. Lalu dinyalakanlah api kemudian ia berorasi: “Barangsiapa yang tidak mau kembali dari agamanya, maka lemparkanlah ke dalam parit tersebut.” Atau sehingga dikatakan, “Lemparkanlah!!” maka mereka pun melemparkan seluruhnya. Sampai datang seorang wanita bersama bayinya, ia seorang wanita bersama bayinya, ia berputus asa, berdiri lemas tanpa daya menghadap jurang parit yang tengah berkobar api, tiba-tiba sang bayi berucap, “Wahai ibuku.. bersabarlah, sesungguhnya engkau dalam kebenaran…!”
(Hadits shahih riwayat Imam Muslim dalam kitab Az-Zuhd bab “Qishashotu Ash-habil Ukhdud was Sahir war Rahib wal Ghulam: 3005)
Sumber: Majalah Al-Furqon, Edisi 4 Tahun 6, Dzulqo’dah 1427 H. (Dipublikasikan ulang oleh Kisah Mulim dengan sedikit perubahan tata bahasa)
Artikel www.KisahMuslim.com
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Buruju: 4-7)
Para ahlul ilmi sedikit berselisih dalam menafsirkan siapakah Ashhabul Ukhdud. Sebagian di antara mereka (ahlul ilmi) mengatakan bahwa mereka (Ashhabul Ukhdud) adalah suatu kaum yang termasuk orang-orang ahli kitab dari sisa-sisa orang Majusi.
Ibnu Abbas dalam suatu riwayat mengatakan: “Mereka adalah sekelompok manusia dari bani Isra’il. Mereka menggali parit yang luas di suatu tempat kemudian menyalakan api, orang-orang berdiri dihadapkan kepada parit, baik laki-laki maupun wanita, kemudian mereka dilemparkan ke dalamnya. Mereka menganggap bahwa dia adalah Daniel dan para sahabatnya.”
Dan dalam riwayat: “Hal itu adalah sebuah lubang parit di negeri Najran, di mana mereka menyiksa manusia di dalamnya.”
Sedangkan dalam riwayat Adl-Dlohak, beliau mengatakan: “Para ahli tafsir menyangka bahhwa Ashhabul Ukhdud adalah orang-orang dari bani Israil, di mana mereka meringkus manusia baik laki-laki maupun wanita, lalu dibuatkanlah parit dan dinyalakan api dalam parit tersebut, lalu dihadapkanlah seluruh kaum mu’minin ke arah parit tersebut, seraya dikatakan: ‘Kalian (memilih) kufur atau dilemparkan ke dalam api?” (Tafsir Ath-Thabari, 30/162)
Kisah tragis ini pun kerap disampaikan oleh para pengajar kepada para muridnya. Bahkan pada kisah anak-anak pun sering disajikan. Kisah tersebut ialah sebagai berikut:
Dahulu ada seorang raja, dari orang-orang sebelum kalian. Dia memiliki seorang tukang sihir. Tatkala tukang sihir itu sudah tua, berkatalah ia kepada rajanya: “Sesungguhnya aku telah tua. Utuslah kepadaku seorang anak yang akan aku ajari sihir.” Maka sang raja pun mengutus seorang anak untuk diajari sihir. Setiap kali anak tersebut datang menemui tukang sihir, di tengah perjalanan ia selalu melewati seorang tabib, ia pun duduk mendengarkan pembicaraan rahib tersebut, sehingga ia kagum kepadanya. Maka setiap kali ia datang ke tukang sihir, ia selalu duduk dan mendengarkan petuah rahib itu, kemudian baru ia datang ke tukang sihir sehingga tukang sihir itu memukulnya (karena ia datang terlambat, red.). ia mengadukan hal itu kepada rahib tadi, sang rahib pun berpesan: “Kalau engkau takut kepada tuakng sihir, katakanlah bahwa keluargamu telah menghalangimu (sehingga engkau terlambat), dan bila engkau takut kepada keluargamu, katakan juga bahwa tukang sihir itu telah mencegahmu. Maka tatkala berlangsung demikain, tiba-tiba ada seekor binatang buas mengonggok di tengah jalan sehingga menghalangi lalu-lalangnya manusia. Menghadapi peristiwa ini maka ia pun bergumam: “Pada hari ini akan aku buktikan apakah tukang sihir itu lebih utama dari pada rahib, ataukah sebaliknya.”
Ia pun mengambil sebuah batu kemudian mengatakan: “Ya Allah, apabila perkara rahib lebih engkau sukai daripada tukang sihir, maka bunuhlah binatang buas itu.” Kemudian ia lemparkan batu tersebut, sehingga matilah binatang buas tadi dan manusia pun bisa lewat kembali. Sesudah itu datang lah ia kepada rahib dan mengabarkan kejadian yang baru saja ia alami, kemudian sang rahib mengatakan:
“Wahai anakku, hari ini engkau lebih baik daripada aku, dan engkau telah sampai pada perkara yang aku sangka. (ketahuilah) sesungguhnya engkau akan diuji, dan bila engkau diuji, janganlah engkau tunjukkan tentang diriku.”
Dan kini ia dapat menyembuhkan penyakit buta, penyakit kusta, serta dapat mengobati manusia dari berbagai macam penyakit.
Hal ini terdengar oleh seorang teman duduk raja, sedangkan dia adalah seorang yang buta, kemudian ia membawa harta yang banyak seraya mengatakan: “Aku akan berikan harta ini kepadamu bila engkau bersedia menyembuhkan penyakitku.” Maka sang anak menjawab, “Sesungguhnya aku tidaklah bisa menyembuhkan siapapu, yang bisa menyembuhkan hanyalah Allah. Kalau engkau beriman kepada Allah maka aku akan berdoa kepada-Nya untuk kesembuhanmu.” Maka ia pun beriman kepada Allah dan Allah pun menyembuhkan penyakitnya. Kemudian datanglah dia menemui sang raja dan duduk sebagaimana biasanya, sang raja pun heran seraya mengatakan: “Siapakah yang telah mengembalikan pandanganmu?” maka ia menjawab: “Rabb-ku.” Sang raja melanjutkan: “Apakah engkau memiliki tuhan selain aku?!!” Jawabnya, “Ya, Dia adalah Rabb-ku dan Rabb-mu juga.” Maka sang raja pun menyiksanya dan terus menyiksanya sampai ia menunjukkan kepada anak tersebut. Didatangkanlah si anak itu, kemudian sang raja berujar: “Wahai anakku, sekarang engkau telah memiliki kepandaian sihir, sehingga bisa menyembuhkan orang yang buta dan juga bisa menyembuhkan penyakit kusta dan lain sebagainya.” Sang anak balik menjawab, “Sesungguhnya aku tidak bisa menyembuhkan siapapun, dan hanya Allah-lah yang bisa menyembuhkan.”
Akhirnya sang raja pun menyiksanya dan terus menyiksanya sampai ia menunjukkan kepada rahib. Maka didatangkanlah si rahib, kemudian dikatakan kepadanya: “Berhentilah dari agamamu!!” Ia pun enggan. Maka sang raja meminta gergaji kemudian diletakkan tepat di tengah kepalanya, dan dibelahlah tubuhnya sampai terbelah menjadi dua bagian. Kemudian didatangkan pula teman duduk sang raja tersebut, dan dikatakan kepadanya: “Berhentilah dari agamamu!!” Demikian pula, ia pun enggan, kemudian ditaruh gergaji itu di atas kepalanya, lantas dibelahlah tubuhnya hingga terbelah.
Selanjutnya didatangkanlah sang anak, dan dikatakan kepadanya: “Berhentilah dari agamamu!!” Ia pun menolak. Kemudian ia dilemparkan kepada sekelompok prajurit raja, dan dikatakan: “Pergilah kalian ke gunung ini dan gunung ini, mendakilah sampai di puncak gunung, apabila ia mau berhenti dari agamanya selamatkan dia, dan kalau tidak, maka lemparkan ia ke dasar jurang.”
Maka mereka pun pergi, kemudian naik, dan tatkala berada di atas gunung sang anak berdoa: “Ya Allah! Jagalah diriku dari tipudaya mereka sekehendak-Mu.” Tiba-tiba bergetarlah gunung tersebut dan semua prajurit raja jatuh berguguran ke bawah jurang, kemudian kembalilah sang anak menemui sang raja. Ia heran dan mengatakan: ‘Apa yang terjadi pada para sahabatmu?” Sang anak menjawab: “Sesungguhnya Alalh telah menjagaku dari makar mereka.” Maka kembali sang raja melemparkannya ke sekelompok prajuritnya yang lain, kalai ini perintah sang raja: “Pergilah kalian dan bawalah anak ini ke sebuah perahu, apabila kalain telah ke tengah laut, maka apabila ia mau berhenti dari agamanya selamatkanlah ia, kalau ia tetap enggan, lemparkanlah ia ke tengah lautan!”
Maka mereka pun pergi, setelah sampai di tengah laut, sang anak pun berdoa: “Ya Allah! Jagalah diriku dari tipudaya mereka sekehendak-Mu.” Maka perahu itu pun terbalik, namun Allah tetap menyelematkannya dan tenggelamlah seluruh prajurit raja. Kembalilah sang anak datang menemui sang raja, ia pun terkejut seraya mengatakan: “Apa yang terjadi pada para sahabatmu?” Sang anak menjawab, “Allah telah menjagaku dari makar mereka.” Kemudian ia berkata kepada sang raja, “Sesungguhnya engkau tidak akan pernah bisa membunuhku, kecuali bila engkau mau menuruti permintaanku.” Sang raja menjawab, “Apakah itu? Sang anak melanjutkan, “Kumpulkanlah seluruh manusia pada satu tempat, kemudian saliblah aku di sebuah pohon kurma, kemudian ambillah satu anak panah dari tempat anak panahku, letakkan anak panah itu di busurnya, kemudian katakanlah “Bismilah Rabbil ghulam (dengan nama Allah Rabb-nya anak ini).’ Kemudian lepaskanlah anak panah tersebut. Dengan begitu engkau bisa membunuhku.”
Maka sang raja pun mengumpulkan manusia pada suatu padang yang luas. Dia menyalib anak tersebut pada sebuah batang kurma, kemudian mengambil sebuah anak panah dari tempat anak panahnya dan diletakkan di sebuah busur, kemudian mengatakan: “Bismillah Rabbin ghulam (Dengan menyebut nama Allah, Rabb anak ini).” Kemudian panah itu dilepaskan, maka anak panah itu melesat tepat mengenai pelipis sang anak, setelah itu Ia meletakkan tangannya di pelipisnya kemudian meninggal.
Maka manusia seluruhnya mengucapkan, “Aamanna bi Rabbil ghulam (Kami beriman kepada Allah Rabb-nya anak tersebut).” Maka dikatakan kepada sang raja: “(Wahai sang raja!) Tahukah engkau, perkara yang selama ini kau khawatirkan telah terjadi. Sungguh manusia seluruhnya telah beriman.” Maka sang raja memerintahkan untuk membuat sebuah parit di dekat pintu-intu jalan dan membuat lubang panjang. Lalu dinyalakanlah api kemudian ia berorasi: “Barangsiapa yang tidak mau kembali dari agamanya, maka lemparkanlah ke dalam parit tersebut.” Atau sehingga dikatakan, “Lemparkanlah!!” maka mereka pun melemparkan seluruhnya. Sampai datang seorang wanita bersama bayinya, ia seorang wanita bersama bayinya, ia berputus asa, berdiri lemas tanpa daya menghadap jurang parit yang tengah berkobar api, tiba-tiba sang bayi berucap, “Wahai ibuku.. bersabarlah, sesungguhnya engkau dalam kebenaran…!”
(Hadits shahih riwayat Imam Muslim dalam kitab Az-Zuhd bab “Qishashotu Ash-habil Ukhdud was Sahir war Rahib wal Ghulam: 3005)
Mutiara faidah dari kisah pemuda dan tukang sihir (Ashhabul Ukhdud)
- Ahlul fasad (para pengusung kesesatan) selalu berusaha untuk menularkan dan mewariskan kesesatan mereka, dengan berupaya sekuat tenaga untuk melanggengkan kesesatannya tersebut.
- Disenanginya belajar di kala kecil, karena belajar di kala kecil seperti mengukir di atas batu, dan seorang anak akan mampu menerima didikan dan pengajaran sesuai dengan yang diharapkan.
- Hati-hati para hamba adalah berada di Tangan Allah, maka Allah akan memberi petunjuk atau menyesatkan siapapun yang dikehendaki-Nya. Lihatlah si anak tersebut, ia mendapatkan petunjuk sekalipun berada dalam didikan tukan sihir dan dalam asuhan seorang raja sesat.
- Menetapkan adanya karomah para wali, mereka adalah orang-orang yang berimand an bertakwa kepada Allah, seperti dalam firman-Nya: “Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati, (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa.” (QS. Yunus: 62-63)
- Bolehnya bagi seseorang untuk mengorbankan dirinya apabila di sana ada kemaslahatan manusia secara umum. Berkata Syaikhul Islam, “Karena hal itu termasuk jihad di jalan Allah, dengan itu umat akan beriman dan ia pun tidak akan sia-sia, karena cepat atau lambat ia pun pasti akan meninggal dunia” Adapun yang dilakukan oleh sebagian manusia dengan praktek bom bunuh diri, yaitu dengan membawa alat peledak (bom) kemudian meledakkannya di sekelompok orang-orang kafir, maka ini termasuk kategori membunuh diri sendiri, dan barangsiapa yang membunuh diri sendiri maka ia kekal di dalam neraka selama-lamanya. Sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits: “Barangsiapa membunuh dirinya dengan sebatang besi, maka besi itu berada di tangannya, lantas ia akan menusuk perutnya dengannya di neraka jahannam, dia kekal selama-lamanya di dalamnya.” (HR. Bukhari 5778, Muslim: 109). Karena perilakus emacam itu tidak membawa maslhat bagi kaum muslimin secara keseluruhan. Dengan itu, ia mungkin hanya membunuh 10, 100, atau 200 kaum kuffar, yang hal tersebut tidak membawa manfaat bagi Islam dan tidak pula menjadikan manusia masuk ke dalam Islam. Berbeda dengan kisah ghulam (anak) tersebut. (Lihat Bahjatun Nadhirin karya Syaikh Salim bin Id Al-Hilali 1/86-88, Syarh Riyadlush Shalihin karya Syaikh Ibnu Utsaimin: 156-166).
Sumber: Majalah Al-Furqon, Edisi 4 Tahun 6, Dzulqo’dah 1427 H. (Dipublikasikan ulang oleh Kisah Mulim dengan sedikit perubahan tata bahasa)
Artikel www.KisahMuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar